Tuesday, May 21, 2013

CHILD ABUSE

Tulisan ini memuat tentang materi kuliah bulan Maret lalu yang telah disampaikan oleh Bu Ferika dengan judul Child Abuse. Mungkin temen-temen tidak asing lagi dengan kata Child Abuse untuk itu langsung saja checkidoout :)




 “CHILD ABUSE

     
A.     Pendahuluan
            Child abuse atau perlakuan salah pada anak telah menjadi suatu problema yang penting dalam bidang sosial dan medis yang menyebabkan kesakitan, kecacatan fisik, emosional, dan kematian. Selama 75 tahun terakhir ini, perundang-undangan yang mengatur tentang kekejaman terhadap binatang lebih diutamakan daripada perundang-undangan yang mengatur tentang kekejaman terhadap anak-anak.

B.     Definisi Child Abuse
                        Child abuse pada anak didefinisikan sebagai segala perlakuan buruk yang dilakukan terhadap anak ataupun adolesen oleh para orangtua, wali, atau orang lain yang seharusnya memelihara dan merawat anak itu.
            Patricia (1985) mendefinisikan Child abuse sebagai suatu kelalaian tindakan/perbuatan oleh orangtua atau yang merawat anak yang mengakibatkan terganggu kesehatan fisik, emosional, serta perkembangan anak. Ini mencakup penganiayaan fisik dan emosi, kelalaian dan eksploitasi seksual.
                        Sedangkan Hukum masyarakat Amerika Serikat (1974)  mendefinisikan child abuse sebagai child maltreatment, yaitu trauma fisik atau mental, penganiayaan seksual, kelalaian pengobatan terhadap anak di bawah usia 18 tahun oleh orang yang seharusnya memberikan kesejahteraan baginya. Dengan demikian, kesejahteraan anak dirusak atau terancam.

Ø  Contoh Tindakan yang Merupakan Child Abuse
1.       Seorang anak ditampar oleh ibunya karena berteriak pada ibunya dan karena dia nakal, tamaparan tersebut tidak meninggalkan bekas.
2.       Seorang ibu tak sengaja menumpahkan kopi panas pada anaknya.
3.       Seorang anak jatuh terjerembab karena tak sengaja terdorong oleh ayahnya, sang ayah mengatakan bahwa ia tidak sengaja.
4.       Seorang ibu sangat kreatif dalam menakut-nakuti Bisma (4 th). “Jangan main di kamar mandi, nanti digigit kecoa. Jangan keluar rumah sendirian, nanti diculik hantu blau. Ayo cepat tidur, nanti tokeknya datang, kamu digigir.”
5.       Seorang ibu kerap meneriaki anaknya“Aduh, dasar bego! Sudah ratusan kali ibu bilang, kembalikan barang di tenpat semula! Bikin ibu darah tinggi.”
6.       Bermaksud memotivasi anak, seorang ibu sering mencela anaknya, “Memangnya kamu bisa? Kamu itu bisanya apa, sih? Ini nggak bisa, itu nggak bisa! Paling pintar nangis.
7.       Seorang anak laki laki mengatakan bahwa pamannya suka membelikan mainan untuknya sebagai ganti dia harus menemani pamannya itu mandi.

C.     Epidemiologi Child Abuse
            Di Amerika Serikat diperkirakan 1% anak yang mengalami perlakuan salah setiap tahun, dan sekitar 2000 anak meninggal akibat perlakuan salah.
            Selama Januari hingga Februari 2013, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menerima 48 laporan kekerasan seksual pada anak, dari total 80 kasus kekerasan pada anak yang dilaporkan. Tahun 2012, sekitar 48 persen dari 2.637 kasus yang ditangani di Komnas PA adalah kasus kekerasan seksual pada anak.
            Perlakuan salah pada anak di Amerika Serikat, sekitar 32% terjadi di bawah usia 5 tahun; 27% antara usia 5--9 tahun; 27% antara usia 10--14 tahun; dan 14% antara usia 15--18 tahun. Lebih dari 50% dari semua penganiayaan dan pengabaian, terjadi pada anak yang lahir prematur atau berat lahir rendah.
            Di Indonesia, Narendra melaporkan (1992) 4,87% kasus cedera pada anak yang dirawat di rumah sakit disebabkan oleh kesengajaan.
            Diperkirakan, 75% korban penganiayaan seksual adalah anak perempuan, dengan 40% terjadi di bawah usia 6 tahun dan 30% di atas usia 10 tahun.
            Di Hongkong, perlakuan salah terjadi 70,3% akibat penganiayaan fisik; 8,2% pengabaian; 3,1% penganiayaan psikologis; dan 0,7% penganiayaan seksual. Patricia melaporkan selanjutnya bahwa 62,8% kasus perlakuan salah dilakukan oleh ibunya sendiri

D.    Etiologi         
            Etiologi Child Abuse terbagi menjadi tiga yaitu:
1.       Karakteristik orangtua dan keluarga bisa menjadi penyebab kekerasan pada anak
Faktor-faktor yang banyak terjadi dalam keluarga dengan child abuse antara lain:
a)       Para orangtua juga penderita perlakuan salah pada masa kanak-kanak.
b)      Orangtua yang agresif dan impulsif.
c)       Keluarga dengan hanya satu orangtua.
d)      Orangtua yang dipaksa menikah saat belasan tahun sebelum siap secara emosional dan ekonomi.
e)       Perkawinan yang saling mencederai pasangan dalam perselisihan.
f)        Tidak mempunyai pekerjaan.
g)       Jumlah anak yang banyak.
h)      Adanya konflik dengan hukum.
i)         Ketergantungan obat, alkohol, atau sakit jiwa.
j)         Kondisi lingkungan yang terlalu padat.
k)       Keluarga yang baru pindah ke suatu tempat yang baru dan tidak mendapat dukungan dari sanak keluarga serta kawan-kawan.

2.        Karakteristik anak yang mengalami perlakuan salah.
Beberapa faktor anak yang berisiko tinggi untuk perlakuan salah adalah:
a)       Anak yang tidak diinginkan.
b)      Anak yang lahir prematur, terutama yang mengalami komplikasi neonatal, berakibat adanya keterikatan bayi dan orangtua yang membutuhkan perawatan yang berkepanjangan.
c)       Anak dengan retardasi mental, orangtua merasa malu.
d)      Anak dengan malformasi, anak mungkin ditolak.
e)       Anak dengan kelainan tingkah laku seperti hiperaktif mungkin terlihat nakal.
f)        Anak normal, tetapi diasuh oleh pengasuh karena orangtua bekerja

3.       Beban dari lingkungan:
Lingkungan hidup dapat meningkatkan beban terhadap perawatan anak. Misalnya tekanan dari tetangga sekitar.

E.     Klasifikasi Child Abuse
Klasifikasi Child Abuse ini terbagai menjadi Empat yaitu:
1.       Physical Abuse (Kekerasan Fisik)
            Kekerasan ringan atau berat berupa trauma, atau penganiayaan yang dapat menimbulkan risiko kematian. Yang termasuk dalam katagori ini meliputi memar, perdarahan internal, perdarahan subkutan, fraktur, trauma kepala, luka tikam dan luka bakar, keracunan, serta penganiayaan fisik bersifat ritual.
a)      Indikator Fisik
1)       Adanya kondisi memar tak terduga
2)       Luka bakar,
3)       Gigitan manusia
4)       Patah tulang
5)       Rambut hilang
6)       Luka goresan.
b)      Indikator Perilaku Kekerasan Fisik
1)       Waspada terhadap kontak fisik dengan orang dewasa
2)       Perilaku ekstrem (agresif atau menarik diri)
3)       Takut pada orang tua/takut pulang
4)       Memanipulasi
5)       Mencuri
6)       Berbohong (pertanda bahwa harapan & tekanan di rumah terlalu tinggi)
7)       Pakaian berlapis untuk menutupi luka

2.       Sexual Abuse (Kekerasan Sexual)
                        Penganiayaan seksual dapat berupa inces (penganiayaan seksual oleh orang yang masih mempunyai hubungan keluarga), hubungan oro-genital, pornografi, prostitusi, eksploitasi, dan penganiayaan seksual yang bersifat ritual.
a)      Indikator fisik kekerasan seksual:
1)       Anak mengalami kesulitan dalam berjalan atau duduk
2)       Adanya sobekan
3)       Ada noda atau darah dalam pakaian
4)       Nyeri atau gatal di daerah genital
5)       Memar atau perdarahan di dubur / daerah genital kadang terdapat penyakit kelamin
b)      Indikator perilaku kekerasan seksual:
1)       Pengetahuan seksual tidak sesuai usia / sentuhan seksual
2)       Perubahan kepribadian yang mendadak
3)       Menarik diri
4)       Hubungan teman sebaya tidak baik
5)       Tidak mau berubah untuk berolahraga atau berpartisipasi dalam kegiatan fisik
6)       Perilaku tak bermoral / perilaku menggoda
7)       Drop sekolah / penurunan minat sekolah
8)       Gangguan tidur
9)       Perilaku regresif (misal, mengompol)

3.       Emotional Abuse (Kekerasan Emosional)
Perilaku orangtua seperti menolak, meneror, mencaci-maki, mengabaikan, atau mengisolasi anak, yang mungkin menyebabkan, gangguan serius terhadap kemampuan fisik, sosial, mental, atau emosional anak.
a)      Indikator fisik kekerasan emosional:
1)       Gangguan bicara
2)       Mengalami kelambatan perkembangan fisik
3)       Gagal tumbuh kembang
b)      Indikator perilaku kekerasan emosional:
1)       Gangguan kebiasaan (menghisap, menggigit, berperilaku aneh)
2)       Gangguan perilaku (penarikan diri, merusak, kekerasan)
3)       Gangguan tidur atau hambatan untuk bermain
4)       Perilaku ekstrem (agresif atau pasif)

4.       Neglect (Pengabaian)
                        Merupakan kegagalan orang tua atau pengasuh untuk memberikan kebutuhan perawatan yang sesuai usia termasuk makanan, pakaian, tempat tinggal, perlindungan dari bahaya, dan pengawasan sesuai dengan perkembangan anak, kebersihan, dan perawatan kesehatan anak.
a)      Indikator fisik pengabaian:
1)       Kelaparan yang menetap,
2)       Hygiene/kebersihan yang buruk
3)       Kantuk yang berlebihan
4)       Pengawasan yang kurang tepat
5)       Gangguan fisik tanpa perawatan atau kebutuhan medis
6)       Ditinggalkan/diabaikan
7)       Pakaian tidak sesuai dengan kondisi cuaca

b)      Indikator perilaku pengabaian:
1)       Meminta atau mencuri makanan
2)       Sering mengantuk
3)       Pengawasan yang kurang tepat
4)       Masalah fisik tanpa perawatan atau kebutuhan medis
5)       Ditinggalkan/diabaikan
6)       Pakaian tidak pantas untuk kondisi cuaca


F.      Sindroma Munchausen
      Sindroma Munchausen merupakan permintaan pengobatan terhadap penyakit yang dibuat-buat dengan pemberian keterangan medis palsu oleh orangtua, yang menyebabkan anak banyak mendapat pemeriksaan/prosedur rumah sakit :
1.       Biasanya dilakukan oleh ibu/wanita yang paham kesehatan.
2.    Pelaku akan pindah-pindah ke dokter-dokter sampai akhirnya mereka bercerita masalah yang sebenarnya.
3.       Penyakit anak yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
4.       Anak yang gagal tumbuh tanpa alasan yang jelas.
5.       Anak wanita yang tiba-tiba berubah tingkah lakunya, menyendiri atau sangat takut dengan orang asing, harus diwaspadai kemungkinan terjadinya penganiayaan seksual.
6.       Pada anak yang lebih tua, mungkin dapat menceritakan jejasnya, tetapi kemudian mengubah uraiannya karena rasa takut akan pembalasan atau untuk mencegah pembalasan orang tua.

G.      Kondisi Yang Erat Hubungannya Dengan Perlakuan Salah Pada Anak
Kondisi dimana yang beresiko terjadi kekerasan akibat adanya faktor predisposisi antara lain:
1.       Riwayat keluarga dari penganiayaan anak yang lalu.
2.       Kecelakaan yang berulang-ulang, dengan fraktur/memar/jaringan yang berbeda waktu sembuhnya.
3.       Orangtua yang lambat mencari pertolongan medis.
4.       Orangtua yang mengaku tidak mengetahui bagaimana jejas tersebut terjadi.
5.       Riwayat kecelakaan dari orangtua berbeda atau berubah-ubah pada anamnesis.
6.       Keterangan yang tidak sesuai dengan penyebab jejas yang tampak atau stadium perkembangan anak.
7.       Orangtua yang mengabaikan jejas utama dan hanya membicarakan masalah kecil yang terus-menerus.

H.    Pelaku Child Abuse
Pelaku kekerasan pada anak pada umumnya ada tiga yaitu:
1.       Perpetrator yaitu orang yang bertindak jahat & kejam pada anak. (Para pelaku criminal).
2.       Care Giver yaitu orang yang mengasuh anak bisa orang tuanya sendiri atau saudara.
3.       Orang Lain yang Kontak dengan Anak yaitu orang tanpa hubungan darah, tetapi sangat dekat dengan anak, misalnya pembantu rumah tangga yang mengasuh anak tersebut, bisa juga tetangga terdekat/sekitar.

I.       Asuhan Keperawatan pada Anak yang Mengalami Kekerasan
Asuhan keperawatan yang dilakukan adalah melakukan tahap sesuai pengkajian pada umumnya.
1.      Pengkajian child abuse: Riwayat Penyakit dan Pemeriksaan Fisik
a)      Pada Anak dengan Penganiayaan fisik
1)       Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau punggung.
2)       Luka bakar yang patognomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan kaki-tangan dalam air panas, atau luka bakar berbentuk lingkaran pada bokong. Luka bakar akibat alat listrik seperti oven atau setrika
3)       Trauma kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial, perdarahan retina, dan fraktur tulang panjang yang multipel dengan tingkat penyembuhan yang berbeda
4)       Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala dan tulang pada penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih dominan pada anak di atas usia 2 tahun

b)      Pada Anak yang mengalami Pengabaian 
1)       Pengabaian medis, yaitu tidak mendapat pengobatan yang memadai pada anak penderita penyakit kronik karena orangtua menyangkal anak menderita penyakit kronik, tidak mendapat imunisasi dan perawatan kesehatan lainnya
2)        Kegagalan yang disengaja oleh orangtua juga mencakup kelalaian merawat kesehatan gigi dan mulut anak sehingga mengalami kerusakan gigi

c)      Penganiayaan seksual
Tanda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari:
1)       Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret di vagina.
2)       Disuria kronik, enuresis, konstipasi 
3)       Pubertas prematur pada wanita.

2.        Pengkajian : pemeriksaan diagnostik dan penunjang
Jika dijumpai luka memar, perlu dilakukan skrining perdarahan. Pada penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan Lab:
a)        Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah penganiayaan seksual.
b)       Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk gonokokus.
c)        Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B.
J.       Prevention & Treatment Strategies (Pencegahan & Strategi Penanganan)
            Karena perlakuan salah pada anak ini merupakan akibat dari penyebab yang kompleks, maka penanganan harus dilakukan oleh suatu tim dari multidisiplin ilmu yang terdiri dari dokter anak, psikiater, psikolog, petugas sosial, ahli hukum, pendidik, dan lain-lain. Pencegahannya itu sendiri dapat dilakukan dengan tiga hal berikut:

1.       Social/ Community strategy yaitu dengan meningkatkan ekonomi keluarga, bantuan untuk ibu post partum dalam menangani stress, dan pembentukan tim / mekanisme pelaporan kekerasan.
2.       Relationship strategy yaitu membangun hubungan dengan kuat sesame teman/peer/partner guna berbagi cerita & masalah.
3.       Individual Strategy yaitu kemampuan untuk bisa mencegah dirinya sendiri. Contohnya saat marah/stress tidak mendekati anaknya, mencari pengetahuan tentang parenting skill.

K.     Tindakan Perawat
1.       Be open and understanding. (Bersikap terbuka dan memahami apa yang dialami anak).
2.       Don’t try to conduct an investigation, yourself.(Tidak mengintrogasi anak, biarkan anak bercerita sendiri).
3.       If the child tells you of the sexual abuse immediately after it occurred, DO NOT bathe the child, or wash or change his or her clothes. (Jika anak menceritakan tentang kekerasan sexual yang dialami jangan memandikan, mencuci, atau mengganti pakaiannya karena hal tersebut bisa sebagai bukti adanya kekerasan).
4.       Let the child talk as much as he or she wishes. (Biarkan anak bercerita bebas mengenai harapan yang diinginkan).
5.       Understand that the child is probably having mixed feelings. (Memahami perasaan anak yang campur aduk).
6.       Believe the child. (Percaya pada anak).
7.       Explain what you will do next to help them. (Menjelaskan tindak lanjut apa yang akan dilakukan untuk membantu mereka).
8.       Report  the abuse. (Melaporkan kekerasan tersebut).

L.     Kebijakan Tentang Child Abuse di Indonesia
            Di Indonesia  telah ada kebijakan pemerintah yang tertuang dalam  dalam Kesepakatan Bersama antara :Menteri Sosial RI No : 75/HUK/2002, Menteri Kesehatan No. :1329/Menkes/SKB/X/2002, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI No.: 14/Men PP/Dep.V/X/2002, dan Kepala Kepolisian Negara RI No.: B/3048/X2002 Tentang Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan anak.
            Dengan adanya kesepakatan pemerintah maka perlu dibentuk sistem jaminan social bagi anak. Kalau selama ini budget yang begitu besar terserap untuk BLT, Askeskin, dan lainnya. Akan lebih efektif jika integrasikan menjadi satu sistem jaminan social termasuk di dalamnya untuk kesejahteraan dan perlindungan anak. Jaminan sosial bagi anak tersebut adalah sebagai berikut:

1.       SCAN TEAM (Suspected Child Abuse and Neglect Team) yang keberadaannya diakui oleh seluruh jajaran pemerintahan dan anggota teamnya terdiri dari relawan masyarakat dan pegawai kerajaan, serta anggota kepolisian dan profesi kesehatan. Setiap kasus ditangani secara terpadu,  pemeriksaan kesehatan biayanya ditanggung oleh pemerintah.
2.       Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan perlindungan anak, selain sosialisasi yang intensif mengenai UU no 23 tahun 2002  tentang perlindungan anak, juga proses edukasi pada masyarakat mengenai perkambangan  anak, pola asuh anak, dan pendisiplinan anak, sehinga orang tua paham bagaimana harus menghadapi anak.
3.       Pelatihan Life Skill . Yang di maksud dengan pelatihan life skill meliputi penyelesaian konflik tanpa kekerasan, ketrampilan menangani stress, manajemen sumber daya, membuat keputusan efektif, komunikasi interpersonal secara efektif, tuntunan atau guidance dan perkembangan anak, termasuk penyalahgunaan narkoba.


No comments:

Post a Comment