“CHILD ABUSE”
A.
Pendahuluan
Child
abuse atau perlakuan
salah pada anak telah menjadi suatu problema yang penting dalam bidang sosial
dan medis yang menyebabkan kesakitan, kecacatan fisik, emosional, dan kematian.
Selama 75 tahun terakhir ini, perundang-undangan yang mengatur tentang
kekejaman terhadap binatang lebih diutamakan daripada perundang-undangan yang
mengatur tentang kekejaman terhadap anak-anak.
B. Definisi Child Abuse
Child abuse pada anak didefinisikan sebagai segala perlakuan buruk yang dilakukan
terhadap anak ataupun adolesen oleh para orangtua, wali, atau orang lain yang
seharusnya memelihara dan merawat anak itu.
Patricia
(1985) mendefinisikan Child abuse sebagai suatu kelalaian
tindakan/perbuatan oleh orangtua atau yang merawat anak yang mengakibatkan
terganggu kesehatan fisik, emosional, serta perkembangan anak. Ini mencakup
penganiayaan fisik dan emosi, kelalaian dan eksploitasi seksual.
Sedangkan Hukum
masyarakat Amerika Serikat (1974)
mendefinisikan child abuse sebagai child maltreatment,
yaitu trauma fisik atau mental, penganiayaan seksual, kelalaian pengobatan
terhadap anak di bawah usia 18 tahun oleh orang yang seharusnya memberikan
kesejahteraan baginya. Dengan demikian, kesejahteraan anak dirusak atau
terancam.
Ø
Contoh Tindakan yang Merupakan Child Abuse
1. Seorang anak ditampar oleh ibunya karena berteriak
pada ibunya dan karena dia nakal, tamaparan tersebut tidak meninggalkan bekas.
2. Seorang ibu tak sengaja menumpahkan kopi panas pada
anaknya.
3. Seorang anak jatuh terjerembab karena tak sengaja
terdorong oleh ayahnya, sang ayah mengatakan bahwa ia tidak sengaja.
4. Seorang ibu sangat kreatif dalam menakut-nakuti Bisma
(4 th). “Jangan main di kamar mandi, nanti digigit kecoa. Jangan keluar rumah
sendirian, nanti diculik hantu blau. Ayo cepat tidur, nanti tokeknya datang,
kamu digigir.”
5. Seorang ibu kerap meneriaki anaknya“Aduh, dasar bego!
Sudah ratusan kali ibu bilang, kembalikan barang di tenpat semula! Bikin ibu
darah tinggi.”
6. Bermaksud memotivasi anak, seorang ibu sering mencela
anaknya, “Memangnya kamu bisa? Kamu itu bisanya apa, sih? Ini nggak bisa, itu
nggak bisa! Paling pintar nangis.
7. Seorang anak laki laki mengatakan bahwa pamannya suka
membelikan mainan untuknya sebagai ganti dia harus menemani pamannya itu mandi.
C.
Epidemiologi Child Abuse
Di Amerika Serikat diperkirakan 1% anak
yang mengalami perlakuan salah setiap tahun, dan sekitar 2000 anak meninggal
akibat perlakuan salah.
Selama
Januari hingga Februari 2013, Komisi
Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menerima 48 laporan kekerasan
seksual pada anak, dari total 80 kasus kekerasan pada anak yang dilaporkan.
Tahun 2012, sekitar 48 persen dari 2.637 kasus yang ditangani di Komnas PA
adalah kasus kekerasan seksual pada anak.
Perlakuan
salah pada anak di Amerika Serikat, sekitar 32% terjadi di bawah usia 5 tahun;
27% antara usia 5--9 tahun; 27% antara usia 10--14 tahun; dan 14% antara usia
15--18 tahun. Lebih dari 50% dari semua penganiayaan dan pengabaian, terjadi
pada anak yang lahir prematur atau berat lahir rendah.
Di
Indonesia, Narendra melaporkan (1992) 4,87% kasus cedera pada anak yang
dirawat di rumah sakit disebabkan oleh kesengajaan.
Diperkirakan,
75% korban penganiayaan seksual adalah anak perempuan, dengan 40% terjadi di
bawah usia 6 tahun dan 30% di atas usia 10 tahun.
Di
Hongkong, perlakuan salah terjadi 70,3% akibat penganiayaan fisik; 8,2%
pengabaian; 3,1% penganiayaan psikologis; dan 0,7% penganiayaan seksual.
Patricia melaporkan selanjutnya bahwa 62,8% kasus perlakuan salah dilakukan
oleh ibunya sendiri
D.
Etiologi
Etiologi Child Abuse terbagi menjadi
tiga yaitu:
1.
Karakteristik
orangtua dan keluarga bisa menjadi penyebab kekerasan pada anak.
Faktor-faktor yang banyak terjadi dalam keluarga dengan child abuse antara lain:
Faktor-faktor yang banyak terjadi dalam keluarga dengan child abuse antara lain:
a) Para
orangtua juga penderita perlakuan salah pada masa kanak-kanak.
b) Orangtua
yang agresif dan impulsif.
c) Keluarga
dengan hanya satu orangtua.
d) Orangtua
yang dipaksa menikah saat belasan tahun sebelum siap secara emosional dan
ekonomi.
e) Perkawinan
yang saling mencederai pasangan dalam perselisihan.
f)
Tidak mempunyai pekerjaan.
g) Jumlah anak
yang banyak.
h) Adanya
konflik dengan hukum.
i)
Ketergantungan obat, alkohol, atau sakit jiwa.
j)
Kondisi lingkungan yang terlalu padat.
k) Keluarga
yang baru pindah ke suatu tempat yang baru dan tidak mendapat dukungan dari
sanak keluarga serta kawan-kawan.
2.
Karakteristik anak yang mengalami perlakuan salah.
Beberapa faktor anak yang berisiko tinggi untuk perlakuan
salah adalah:
a) Anak yang
tidak diinginkan.
b) Anak yang
lahir prematur, terutama yang mengalami komplikasi neonatal, berakibat adanya
keterikatan bayi dan orangtua yang membutuhkan perawatan yang berkepanjangan.
c) Anak dengan
retardasi mental, orangtua merasa malu.
d) Anak dengan
malformasi, anak mungkin ditolak.
e) Anak dengan
kelainan tingkah laku seperti hiperaktif mungkin terlihat nakal.
f)
Anak normal, tetapi diasuh oleh pengasuh karena orangtua
bekerja
3. Beban dari lingkungan:
Lingkungan hidup
dapat meningkatkan beban terhadap perawatan anak. Misalnya tekanan dari
tetangga sekitar.
E.
Klasifikasi
Child Abuse
Klasifikasi
Child Abuse ini terbagai menjadi Empat yaitu:
1. Physical Abuse (Kekerasan Fisik)
Kekerasan
ringan atau berat berupa trauma, atau penganiayaan yang dapat menimbulkan
risiko kematian. Yang termasuk dalam katagori ini meliputi memar, perdarahan
internal, perdarahan subkutan, fraktur, trauma kepala, luka tikam dan luka
bakar, keracunan, serta penganiayaan fisik bersifat ritual.
a)
Indikator
Fisik
1)
Adanya kondisi memar tak terduga
2)
Luka bakar,
3)
Gigitan manusia
4)
Patah tulang
5)
Rambut hilang
6)
Luka goresan.
b)
Indikator
Perilaku Kekerasan Fisik
1)
Waspada terhadap kontak fisik dengan orang dewasa
2)
Perilaku ekstrem (agresif atau menarik diri)
3)
Takut pada orang tua/takut pulang
4)
Memanipulasi
5)
Mencuri
6)
Berbohong (pertanda bahwa harapan & tekanan di
rumah terlalu tinggi)
7)
Pakaian berlapis untuk menutupi luka
2.
Sexual
Abuse (Kekerasan Sexual)
Penganiayaan
seksual dapat berupa inces (penganiayaan seksual oleh orang yang masih
mempunyai hubungan keluarga), hubungan oro-genital, pornografi, prostitusi,
eksploitasi, dan penganiayaan seksual yang bersifat ritual.
a)
Indikator
fisik kekerasan seksual:
1)
Anak mengalami kesulitan dalam berjalan atau duduk
2)
Adanya sobekan
3)
Ada noda atau darah dalam pakaian
4)
Nyeri atau gatal di daerah genital
5)
Memar atau perdarahan di dubur / daerah genital kadang
terdapat penyakit kelamin
b)
Indikator
perilaku kekerasan seksual:
1)
Pengetahuan seksual tidak sesuai usia / sentuhan
seksual
2)
Perubahan kepribadian yang mendadak
3)
Menarik diri
4)
Hubungan teman sebaya tidak baik
5)
Tidak mau berubah untuk berolahraga atau
berpartisipasi dalam kegiatan fisik
6)
Perilaku tak bermoral / perilaku menggoda
7)
Drop sekolah / penurunan minat sekolah
8)
Gangguan tidur
9)
Perilaku regresif (misal, mengompol)
3.
Emotional
Abuse (Kekerasan Emosional)
Perilaku orangtua seperti menolak, meneror,
mencaci-maki, mengabaikan, atau mengisolasi anak, yang mungkin menyebabkan,
gangguan serius terhadap kemampuan fisik, sosial, mental, atau emosional anak.
a)
Indikator
fisik kekerasan emosional:
1)
Gangguan bicara
2)
Mengalami kelambatan perkembangan fisik
3)
Gagal tumbuh kembang
b)
Indikator
perilaku kekerasan emosional:
1)
Gangguan kebiasaan (menghisap, menggigit, berperilaku
aneh)
2)
Gangguan perilaku (penarikan diri, merusak, kekerasan)
3)
Gangguan tidur atau hambatan untuk bermain
4)
Perilaku ekstrem (agresif atau pasif)
4.
Neglect
(Pengabaian)
Merupakan
kegagalan orang tua atau pengasuh untuk memberikan kebutuhan perawatan yang
sesuai usia termasuk makanan, pakaian, tempat tinggal, perlindungan dari
bahaya, dan pengawasan sesuai dengan perkembangan anak, kebersihan, dan
perawatan kesehatan anak.
a)
Indikator
fisik pengabaian:
1)
Kelaparan yang menetap,
2)
Hygiene/kebersihan yang buruk
3)
Kantuk yang berlebihan
4)
Pengawasan yang kurang tepat
5)
Gangguan fisik tanpa perawatan atau kebutuhan medis
6)
Ditinggalkan/diabaikan
7)
Pakaian tidak sesuai dengan kondisi cuaca
b)
Indikator
perilaku pengabaian:
1)
Meminta atau mencuri makanan
2)
Sering mengantuk
3)
Pengawasan yang kurang tepat
4)
Masalah fisik tanpa perawatan atau kebutuhan medis
5)
Ditinggalkan/diabaikan
6)
Pakaian tidak pantas untuk kondisi cuaca
F.
Sindroma
Munchausen
Sindroma Munchausen merupakan permintaan
pengobatan terhadap penyakit yang dibuat-buat dengan pemberian keterangan medis
palsu oleh orangtua, yang menyebabkan anak banyak mendapat pemeriksaan/prosedur
rumah sakit :
1.
Biasanya dilakukan oleh ibu/wanita yang paham
kesehatan.
2.
Pelaku akan pindah-pindah ke dokter-dokter sampai
akhirnya mereka bercerita masalah yang sebenarnya.
3. Penyakit
anak yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
4. Anak yang
gagal tumbuh tanpa alasan yang jelas.
5. Anak wanita
yang tiba-tiba berubah tingkah lakunya, menyendiri atau sangat takut dengan
orang asing, harus diwaspadai kemungkinan terjadinya penganiayaan seksual.
6.
Pada anak yang lebih tua, mungkin dapat menceritakan
jejasnya, tetapi kemudian mengubah uraiannya karena rasa takut akan pembalasan
atau untuk mencegah pembalasan orang tua.
G.
Kondisi
Yang Erat Hubungannya Dengan Perlakuan Salah Pada Anak
Kondisi dimana yang beresiko terjadi kekerasan akibat adanya
faktor predisposisi antara lain:
1. Riwayat
keluarga dari penganiayaan anak yang lalu.
2. Kecelakaan
yang berulang-ulang, dengan fraktur/memar/jaringan yang berbeda waktu
sembuhnya.
3. Orangtua
yang lambat mencari pertolongan medis.
4. Orangtua
yang mengaku tidak mengetahui bagaimana jejas tersebut terjadi.
5. Riwayat
kecelakaan dari orangtua berbeda atau berubah-ubah pada anamnesis.
6. Keterangan
yang tidak sesuai dengan penyebab jejas yang tampak atau stadium perkembangan
anak.
7. Orangtua
yang mengabaikan jejas utama dan hanya membicarakan masalah kecil yang
terus-menerus.
H.
Pelaku
Child Abuse
Pelaku kekerasan pada anak pada umumnya ada tiga
yaitu:
1. Perpetrator
yaitu orang yang bertindak jahat & kejam pada anak. (Para pelaku criminal).
2.
Care Giver yaitu orang yang mengasuh anak bisa orang
tuanya sendiri atau saudara.
3.
Orang Lain yang Kontak dengan Anak yaitu orang tanpa
hubungan darah, tetapi sangat dekat dengan anak, misalnya pembantu rumah tangga
yang mengasuh anak tersebut, bisa juga tetangga terdekat/sekitar.
I.
Asuhan
Keperawatan pada Anak yang Mengalami Kekerasan
Asuhan keperawatan yang dilakukan adalah melakukan
tahap sesuai pengkajian pada umumnya.
1.
Pengkajian child abuse: Riwayat Penyakit dan Pemeriksaan
Fisik
a)
Pada Anak
dengan Penganiayaan fisik
1) Luka memar,
terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau punggung.
2) Luka bakar
yang patognomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan kaki-tangan dalam air
panas, atau luka bakar berbentuk lingkaran pada bokong. Luka bakar akibat alat
listrik seperti oven atau setrika
3) Trauma
kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial, perdarahan retina, dan
fraktur tulang panjang yang multipel dengan tingkat penyembuhan yang berbeda
4) Trauma
abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala dan tulang pada penganiayaan
anak. Penganiayaan fisik lebih dominan pada anak di atas usia 2 tahun
b)
Pada Anak
yang mengalami Pengabaian
1) Pengabaian
medis, yaitu tidak mendapat pengobatan yang memadai pada anak penderita
penyakit kronik karena orangtua menyangkal anak menderita penyakit kronik,
tidak mendapat imunisasi dan perawatan kesehatan lainnya
2) Kegagalan yang disengaja oleh orangtua juga
mencakup kelalaian merawat kesehatan gigi dan mulut anak sehingga mengalami
kerusakan gigi
c)
Penganiayaan
seksual
Tanda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari:
1) Nyeri
vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret di vagina.
2) Disuria
kronik, enuresis, konstipasi
3) Pubertas
prematur pada wanita.
2.
Pengkajian : pemeriksaan diagnostik dan penunjang
Jika
dijumpai luka memar, perlu dilakukan skrining perdarahan. Pada
penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan Lab:
a)
Swab untuk analisa asam
fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah penganiayaan seksual.
b) Kultur
spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk gonokokus.
c)
Tes
untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B.
J.
Prevention
& Treatment Strategies (Pencegahan & Strategi Penanganan)
Karena perlakuan
salah pada anak ini merupakan akibat dari penyebab yang kompleks, maka
penanganan harus dilakukan oleh suatu tim dari multidisiplin ilmu yang terdiri
dari dokter anak, psikiater, psikolog, petugas sosial, ahli hukum, pendidik, dan
lain-lain. Pencegahannya itu sendiri dapat dilakukan dengan tiga hal berikut:
1.
Social/ Community strategy yaitu dengan meningkatkan
ekonomi keluarga, bantuan untuk ibu post partum dalam menangani stress, dan
pembentukan tim / mekanisme pelaporan kekerasan.
2.
Relationship strategy yaitu membangun hubungan dengan
kuat sesame teman/peer/partner guna berbagi cerita & masalah.
3.
Individual Strategy yaitu kemampuan untuk bisa
mencegah dirinya sendiri. Contohnya saat marah/stress tidak mendekati anaknya,
mencari pengetahuan tentang parenting skill.
K.
Tindakan
Perawat
1.
Be open and understanding. (Bersikap terbuka dan memahami apa yang dialami
anak).
2.
Don’t try to conduct an investigation, yourself.(Tidak mengintrogasi anak, biarkan anak bercerita
sendiri).
3.
If the child tells you of the sexual abuse
immediately after it occurred, DO NOT bathe the child, or wash or change his or
her clothes. (Jika anak menceritakan
tentang kekerasan sexual yang dialami jangan memandikan, mencuci, atau
mengganti pakaiannya karena hal tersebut bisa sebagai bukti adanya kekerasan).
4.
Let the child talk as much as he or she wishes. (Biarkan anak bercerita bebas mengenai harapan yang
diinginkan).
5.
Understand that the child is probably having mixed
feelings. (Memahami perasaan anak yang
campur aduk).
6.
Believe the child. (Percaya pada anak).
7.
Explain what you will do next to help them. (Menjelaskan tindak lanjut apa yang akan dilakukan
untuk membantu mereka).
8.
Report the
abuse. (Melaporkan kekerasan
tersebut).
L.
Kebijakan Tentang Child Abuse di Indonesia
Di Indonesia telah ada kebijakan pemerintah yang tertuang
dalam dalam Kesepakatan Bersama antara
:Menteri Sosial RI No : 75/HUK/2002, Menteri Kesehatan No. :1329/Menkes/SKB/X/2002,
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI No.: 14/Men PP/Dep.V/X/2002, dan Kepala
Kepolisian Negara RI No.: B/3048/X2002 Tentang Pelayanan Terpadu Korban
Kekerasan Terhadap Perempuan dan anak.
Dengan adanya kesepakatan pemerintah
maka perlu dibentuk sistem jaminan social bagi anak. Kalau selama ini budget
yang begitu besar terserap untuk BLT, Askeskin, dan lainnya. Akan lebih efektif
jika integrasikan menjadi satu sistem jaminan social termasuk di dalamnya untuk
kesejahteraan dan perlindungan anak. Jaminan sosial bagi anak tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
SCAN
TEAM (Suspected Child Abuse and Neglect Team) yang
keberadaannya diakui oleh seluruh jajaran pemerintahan dan anggota teamnya
terdiri dari relawan masyarakat dan pegawai kerajaan, serta anggota kepolisian
dan profesi kesehatan. Setiap kasus ditangani secara terpadu, pemeriksaan kesehatan biayanya ditanggung
oleh pemerintah.
2.
Meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan perlindungan anak, selain
sosialisasi yang intensif mengenai UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, juga proses
edukasi pada masyarakat mengenai perkambangan
anak, pola asuh anak, dan pendisiplinan anak, sehinga orang tua paham
bagaimana harus menghadapi anak.
3.
Pelatihan Life
Skill . Yang di maksud dengan pelatihan life skill meliputi
penyelesaian konflik tanpa kekerasan, ketrampilan menangani stress, manajemen
sumber daya, membuat keputusan efektif, komunikasi interpersonal secara
efektif, tuntunan atau guidance dan perkembangan anak, termasuk penyalahgunaan
narkoba.
No comments:
Post a Comment