Oke... pada kesempatan kali ini saya akan mengepost Makalah Paliative Care....
Bagi yang berkenan mau membaca silahkan chekidooottt....
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Palliative
Care adalah suatu
perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh dengan pendekatan multidisiplin
yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan pasien,
memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan support kepada keluarganya. Dari
definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan dasar dari palliative care adalah
mengurangi penderitaan pasien yang termasuk didalamnya adalah menghilangkan
nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
Terdapat banyak alasan mengapa pasien
dengan penyakit stadium lanjut tidak mendapatkan perawatan yang memadai, namun
semua alasan itu pada akhirnya berakar pada konsep terapi yang eksklusif dalam
menyembuhkan penyakit daripada meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi
penderitaan. Itulah mengapa, seringkali keputusan untuk mengambil tindakan
paliatif baru dilakukan setelah segala usaha penyembuhan penyakit ternyata
tidak efektif. Padahal seharusnya, palliative
care dilakukan secara integral dengan perawatan kuratif
dan rehabilitasi baik pada fase dini maupun lanjut.
Seiring dengan berkembangnya bidang
ilmu ini, ruang lingkup dari palliative
care yang dulunya hanya terfokus pada memberikan
kenyamanan bagi penderita, sekarang telah meluas menjadi perawatan holistik
yang mencakup aspek fisik, sosial, psikologis, dan spiritual. Perubahan
perspektif ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang menderita
penyakit kronis sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak
adanya. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis membuat
makalah tentang Palliative Care untuk mengulas materi tersebut lebih dalam.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan
masalah ini adalah: “Apakah palliative
care?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang palliative care.
2. Tujuan
Khusus
a.
Mengetahui
definisi palliative care
b.
Mengetahui tujuan
palliative care
c.
Mengetahui perkembangan
palliative care
d.
Mengetahui karakteristik
palliative care
e.
Mengetahui klasifikasi
palliative care
f.
Mengetahui tim
interdisipliner palliative care
g.
Mengetahui kebijakan
Palliative Care di Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Palliative Care
Perawatan paliatif (dari bahasa
Latin''palliare,''untuk jubah) adalah setiap bentuk perawatan medis atau
perawatan yang berkonsentrasi pada pengurangan keparahan gejala penyakit,
daripada berusaha untuk menghentikan, menunda, atau sebaliknya perkembangan
dari penyakit itu sendiri atau memberikan menyembuhkan. Tujuannya adalah untuk
mencegah dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup orang
menghadapi yang serius, penyakit yang kompleks.
Definisi
Palliative Care telah mengalami
beberapa evolusi. Menurut
WHO pada 1990 Palliative
Care adalah perawatan
total dan aktif dari untuk penderita yang penyakitnya tidak lagi responsive
terhadap pengobatan kuratif. Berdasarkan definisi ini maka jelas Palliative Care hanya diberikan
kepada penderita yang penyakitnya sudah tidak respossif terhadap pengobatan
kuratif. Artinya sudah tidak dapat disembuhkan dengan upaya kuratif apapun.
Tetapi definisi Palliative
Care menurut WHO 15 tahun
kemudian sudah sangat berbeda. Definisi Palliative Care yang diberikan oleh
WHO pada tahun 2005 bahwa perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu
yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan
penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat
diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang
kehilangan/berduka.
Di
sini dengan jelas dikatakan bahwa Palliative
Care diberikan sejak
diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak memperdulikan pada
stadium dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan atau tidak, mutlak Palliative Care harus diberikan
kepada penderita itu. Palliative
Care tidak berhenti
setelah penderita meninggal, tetapi masih diteruskan dengan memberikan dukungan
kepada anggota keluarga yang berduka. Palliative Care
tidak hanya sebatas aspek fisik dari penderita itu yang
ditangani, tetapi juga aspek lain seperti psikologis, sosial dan spiritual.
Titik
pusat dari perawatan adalah
pasien sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya penyakit yang dideritanya. Dan
perhatian ini tidak dibatasi pada pasien secara individu, namun diperluas
sampai mencakup keluarganya. Untuk itu metode pendekatan yang terbaik adalah
melalui pendekatan terintegrasi dengan mengikutsertakan beberapa profesi
terkait. Dengan demikian, pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna,
hingga meliputi segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka timbullah
pelayanan palliative care atau perawatan paliatif yang mencakup pelayanan
terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas social-medis, psikolog,
rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan.
Lebih
lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menekankan lagi bahwa pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan
kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.
2. Tidak
mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan
nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga
keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha
agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha
membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
Dari
data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Palliative Care adalah untuk
mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas
hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya
pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara
psikologis dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.
B. Tujuan
Palliative Care
Palliative
care ini bertujuan mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya,
meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan pengaruh positif selama sakit,
membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai saat meninggalnya, menjawab
kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan
kehilangan, dan membantu keluarga agar tabah selama pasien sakit serta disaat
sedih. Palliative care tidak bertujuan untuk mempercepat ataypun menunda
kematian.
C. Sejarah Perkembangan
Palliative Care
Munculnya palliative care di dunia dimulai
dari sebuah gerakan rumah sakit pada awal abad ke-19, kaum beragama menciptakan
hospice yang memberikan perawatan untuk orang sakit dan sekarat di London dan
Irlandia. Dalam beberapa tahun terakhir, perawatan paliatif telah menjadi suatu
pergerakan yang besar, yang mempengaruhi banyak penduduk. Pergerakan ini
dimulai sebagai sebuah gerakan yang dipimpin relawan di Negara-negara Amerika
dan telah berkembang menjadi bagian penting dari system perawatan di kesehatan.
Palliative care dan hospice telah
berkembang pesat sejak tahun 1960-an. Cicely Saunders seorang pekerja yang
merintis perawatan ini dimana sangat memiliki peran penting dalam menerik
perhatian pasien pada akhir kehidupannya saat mengidap penyakit ganas stadium
lanjut. Palliative care mulai didefinisikan sebagai subyek kegiatan ditahun
1970 dan dating untuk menjadi sinonim dengan dukungan fisik, sosial,
psikologis, dan spiritual pasien dengan penyakit yang membatasi hidup, disampaikan
oleh tim multidisipliner.
Standar perawtan pertama kali
diperkenalkan pada 1997 di Jepang. Pendidikan palliative care masuk dalam
kurikulum sekolah-sekolah kedokteran dan semua sekolah keperawatan. Dua puluh
layanan yang terkait dengan palliative care tersedia di seluruh negeri. Tiga
belas organisasi yang dibangun di Singapura untuk menyediakan palliative care.
Modul palliative care ditambahkan ke kurikulum sekolah kedokteran. Pemerintah
mulai menerapkan di setiap kabupaten dan rumah sakit umum untuk memperkenalkan
suatu palliative care pada tahun 1998 di Malaysia. Palliative care dimasukkan
ke dalam rencana kesehatan nasional Mongolia. Modul palliative care termasuk
dalam kurikulum sekolah kedokteran di Mongolia. Sebuah program pendidikan
palliative care telah diterapkan untuk asisten keperawatan di Selandia Baru.
Empat puluh satu pelayanan palliative care ini sudah tersebar di seluruh negeri
dan mulai tahun 2005 palliative care diakui sebagai spesialisasi medis di
Australia.
Sejarah dan perkembangan palliative
care di Indonesia bermula dari adanya perubahan yang terus-menerus setiap rapat
kerja untuk membahas system penanggulangan penyakit kanker pada tahun 1989.
Penanggulangan penyakit kanker ini harus dilaksanakan secara paripurna dengan
mengerjakan berbagai intervensi mulai dari pencegahan, deteksi dini, terapi,
dan perawatan paliatif.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia menerbitkan surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VIII/2007
pada tanggal 19 Juli 2007 yang berisi keputusan Menkes tentang kebijakan
palliative care. Dengan terbitnya surat keputusan tersebut diharapkan bisa
menjadi pedoman-pedoman pelaksanaan palliative care di seluruh Indonesia serta
mendorong lajunya pengembangan palliative care secara kualitas maupun
kuantitas.
D. Karakteristik
Palliative Care
Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan tim
interdisipliner yang tidak hanya mencakup dokter dan perawat tetapi mungkin
juga ahli gizi, ahli fisioterapi, pekerja sosial, psikolog/psikiater,
rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara terkoordinasi dan melayani sepenuh
hati. Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat rumah (home
care), day care dan respite care. Rawat rumah
dilakukan dengan kunjungan ke rumah pasien, terutama mereka yang tidak dapat
pergi ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim untuk memantau dan
memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami pasien dan keluarganya,
baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual. Day care adalah
menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping atau keluarga yang
merawatnya memiliki keperluan lain (seperti day care pada
penitipan anak). Sedangkan respite care adalah layanan yang
bersifat psikologis melalui konseling dengan psikolog atau psikiater,
bersosialisasi dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik, dan lain-lain.
Beberapa karakteristik perawat
paliatif adalah:
1. Mengurangi
rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu.
2. Menghargai
kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses yang normal.
3. Tidak
berusaha mempercepat atau menunda kematian.
4. Mengintegrasikan
aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien.
5. Membantu
pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat.
6. Membantu
keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan setelah kematian.
7. Menggunakan
pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk
konseling masa duka cita, jika diindikasikan.
8. Meningkatkan
kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif memengaruhi perjalanan
penyakit.
9. Bersamaan
dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk memperpanjang usia, seperti
kemoterapi atau terapi radiasi, dan mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk
lebih memahami dan mengelola komplikasi klinis yang berat.
E. Klasifikasi
Palliative Care
Palliative care / perawatan (terapi)
paliatif terbagi menjadi beberapa macam diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Palliative Care Religius
Agama merupakan hubungan antara
manusia dengan tuhan. Terapi religious sangat penting dalam memberikan
palliative care. Kurangnya pemenuhan kehidupan beragama, menimbulkan masalah
pada saat terapi. Pengetahuan dasar dari masing-masing agama sangat membantu
dalam mengembangkan palliative care.
Terkadang palliative care spiritual
sering disamakan dengan terapi paliatif religious. Palliative care spiritual
bisa ditujukan kepada pasien yang banyak meyakini akan adanya Tuhan tanpa
mengalami ritual suatu agama dan bisa juga sebagai terapinreligius dimana
selain meyakini ritual agama memiliki tata cara beribadah dalam suatu agama.
Dalam agama islam perawatan paliatif
yang bisa diterapkan adalah :
a)
Doa dan dzikir
b)
Optimisme
c)
Sedekah
d)
Shalat Tahajud
e)
Puasa
2.
Terapi Paliatif Radiasi
Terapi paliatif radiasi merupakan
salah satu metode pengobatan dengan menggunakan radiasi / sinar untuk mematikan
sel kanker yang akan membantu pencegahan
terhadap terjadinya kekambuhan. Terapi radiasi dapat diberikan melalui dua
cara. Pertama dengan menggunakan cara radiasi eksterna, dan kedua dengan
brakiterapi. Radiasi eksterna adalah suatu teknik radiasi dimana sumber radiasi
berada di luar tubuh pasien. Radiasi ini menggunakan suatu mesin yang
mengeluarkan radiasi yang ditujukan kea rah sel kanker. Brakiterapi adalah
suatu teknik radiasi dimana sumber radiasi diletakkan di dalam tubuh pasien
dekat dengan sel kanker tersebut. Peran radioterapi pada palliative care
terutama adalah untuk mengatasi nyeri, yaitu nyeriyang disebabkan oleh
infiltrasi tumor local.
3.
Terapi Palitaif Kemoterapi
Pemakaian kemoterapi pada stadium
paliatif adalah untuk memperkecil masa tumor dan kanker dan untuk mengurangi
nyeri, terutama pada tumor yang kemosensitif. Beberapa jenis kanker yang
sensitive terhadap kemoterapi dan mampu menghilangkan nyeri pada lymphoma.
Myeloma, leukemia, dan kanker tentis. Pertimbangan pemakaian kemoterapi
paliatif harus benar-benar dipertimbangkan dengan menilai dan mengkaji efek
positif yang diperoleh dari berbagai aspek untuk kepentingan pasien.
4.
Pembedahan
Tindakan pembedahan pada perawatan
paliatif bermanfaat untuk mengurangi nyeri dan menghilangkan gangguan fungsi
organ tubuh akibat desakan massa tumor / metastasis. Pada umumnya pembedahan
yang dilakukan adalah bedah ortopedi / bedah untuk mengatasi obstruksi
visceral. Salah satu contoh tindakan pembedahan pada stadium paliatif adalah
fiksasi interna pada fraktur patologis / fraktur limpeding / tulang panjang.
5.
Terapi Musik
Alunan musik dapat mempercepat
pemulihan penderita stroke, demikian hasil riset yang dilakukan di Finlandia.
Penderita stroke yang rajin mendengarkan music setiap hari, menurut hasil riset
itu ternyata mengalami Peningkatan pada ingatan verbalnya dan memiliki mood
yang lebih baik dari pada penderita yang tidak menikmati musik. Musik memang
telah lama digunakan sebagai salah satu terapi kesehatan, penelitian di
Finlandia yang dimuat dalam Jurnal Brain itu adalah riset pertama yang
membuktikan efeknya pada manusia. Temuan ini adalah bukti pertama bahwa
mendengarkan music pada tahap awal pasca stroke dapat meningkatkan pemulihan
daya kognitif dan mencegah munculnya perasaan negative.
6.
Psikoterapi
Gangguan citra diri yang berkaitan
dengan dampak perubahan citra fisik, harga diri dengan citra fungsi sosial,
fungsi fisiologis, dan sebagainya dapat dicegah / dikurangi dengan melakukan
penanganan antisipatorik yang memadai. Tetapi hal ini belum dapat dilaksanakan
secara optimal karena kondisi kerja yang belum memungkinkan.
7.
Hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan salah satu
cabang ilmu psikologi yang mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah
pikiran, perasaan, dan perilaku. Hipnoterapi bisa bermanfaat dalam menerapi
banyak gangguan psikologis-organis seperti hysteria, stress, fobia (ketakutan
terhadap benda-benda tertentu atau keadaan tertentu), gangguan kecemasan,
depresi, perilaku merokok, dan lain-lain.
F. Tim
Interdisipliner Palliative Care
Dalam
melakukan palliative care membutuhkan tim kerja yang terdiri dari berbagai
multidisiplin ilmu karena ilmu kedokteran pada zaman sekarang ini telah
berkembang menjadi adanya interaksi dari fisik, fungsional, emosional,
psikologis, sosial, dan aspek spiritual yang akan menjadi multidisiplin ilmu.
Tim palliative care dapat terdiri
dari perawat, dokter, psikiater, petugas sosial medis, rohaniawan, terapis, dan
anggota lain sesuai kebutuhan. Setiap anggota tim sebaiknya memahami dan
menguasai prinsip-prinsip dan praktek palliative care. Tim harus berani
menjamin bahwa pasien akan mendapat pelayanan seutuhnya, baik fisik maupun
mental, sosial, serta spiritual dengan cara yang benar dan dalam porsi yang
seimbang.
Tim paliatif ini akan dipimpin oleh
seorang dokter yang memiliki pengalaman yang luas tentang menangani penyakit
tingkat lanjut dan gejala yang kompleks. Dokter dapat memberikan konsultasi untuk
membantu dokter lain. Perawat yang diberi pelatihan khusus dalam merawat pasien
dengan penyakit stadium lanjut dan terminal akan merawat pasien di dalam
pallitaitive care. Perawat bertanggung jawab untuk memberikan kasih saying dan
pendidikan kepada pasien dan keluarganya.
Konseling spiritual juga merupakan
salah satu dari tim interdisiplin. Konseling spiritual dapat diberikan kepada
penderita yang tidak memiliki agama sekalipun. Konseling spiritual dapat
membantu meningkatakan iman yan berfungsi sebagai mekanisme koping bahkan
terapi pada penderita yang sedang sekarat. Pendeta, ustadz, atau pemuka agama
lainnya dapat membantu membentuk ikatan di dalam tim palliative care.
Tim paliatf memiliki cirri khas
yakni profesi setiap anggota tim telah dikenal cakupan dan lingkup kerjanya.
Para professional ini bergabung dalam satu kelompok kerja secara bersama mereka
menyusun dan merancang tujuan akhir perawatan melalui beberapa langkah tujuan
jangka pendek. Tim adalah motor penggerak dari semua kegiatan pasien. Proses
interaksi komunikasi merupakan kunci keberhasilan pengobatan palliative care.
G. Kebijakan
Palliative Care di Indonesia
Kebijakan ini berdasararkan keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor: 812/Menkes/SK/VII/2007.
1.
Tujuan Dan Sasaran
Kebijakan
a)
Tujuan kebijakan
Tujuan umum:
Sebagai payung hukum dan arahan
bagi perawatan paliatif di Indonesia
1)
Tujuan khusus:
2)
Terlaksananya perawatan
paliatif yang bermutu sesuai standar yang berlaku di seluruh
3)
Indonesia
4)
Tersusunnya
pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak perawatan paliatif.
5)
Tersedianya tenaga
medis dan non medis yang terlatih.
6)
Tersedianya sarana dan
prasarana yang diperlukan.
2.
Sasaran kebijakan
pelayanan paliatif
a)
Seluruh pasien (dewasa
dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang memerlukan perawatan paliatif di
mana pun pasien berada di seluruh Indonesia.
b)
Pelaksana perawatan
paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga terkait lainnya.
c)
Institusi-institusi
terkait, misalnya:
1) Dinas
kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
2) Rumah
Sakit pemerintah dan swasta
3) Puskesmas
4) Rumah
perawatan/hospis
5)
Fasilitas kesehatan
pemerintah dan swasta lain.
3.
Lingkup Kegiatan Palliative
Care
a)
Jenis kegiatan
perawatan paliatif meliputi :
1) Penatalaksanaan
nyeri.
2) Penatalaksanaan
keluhan fisik lain.
3) Asuhan
keperawatan
4) Dukungan
psikologis
5) Dukungan
sosial
6) Dukungan
kultural dan spiritual
7) Dukungan
persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).
b) Perawatan
paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan/rawat rumah.
4. Aspek
Medikolegal Dalam Perawatan Paliatif
a)
Persetujuan tindakan
medis/informed consent untuk pasien paliatif.
1) Pasien
harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan paliatif melalui komunikasi yang
intensif dan berkesinambungan antara tim perawatan paliatif dengan pasien dan keluarganya.
2) Pelaksanaan
informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran pada dasarnya
dilakukan sebagaimana
telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
3) Meskipun
pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang membutuhkan informed consent,
tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya setiap tindakan yang berisiko
dilakukan informed
consent.
4) Baik
penerima informasi maupun pemberi persetujuan diutamakan pasien sendiri apabila
ia masih
kompeten, dengan saksi anggota keluarga terdekatnya. Waktu yang cukup agar diberikan kepada pasien
untuk berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak kompeten,
maka keluarga terdekatnya melakukannya atas nama pasien.
5) Tim
perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan atau
pernyataan pasien
pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang harus atau boleh atau tidak boleh dilakukan terhadapnya
apabila kompetensinya kemudian menurun (advanced directive). Pesan dapat memuat secara
eksplisit tindakan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk
seseorang yang nantinya akan mewakilinya dalam membuat keputusan pada saat ia tidak
kompeten. Pernyataan tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan panduan utama bagi tim
perawatan paliatif.
6) Pada
keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim perawatan paliatif dapat melakukan tindakan
kedokteran yang diperlukan, dan informasi dapat diberikan pada kesempatan pertama.
b)
Resusitasi/Tidak
resusitasi pada pasien paliatif
1) Keputusan
dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat dibuat oleh pasien
yang kompeten
atau oleh Tim Perawatan paliatif.
2) Informasi
tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien memasuki atau memulai perawatan
paliatif.
3) Pasien
yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi, sepanjang
informasi adekuat
yang dibutuhkannya untuk membuat keputusan telah dipahaminya. Keputusan
tersebut dapat
diberikan dalam bentuk pesan (advanced directive) atau dalam informed
consent menjelang
ia kehilangan kompetensinya.
4) Keluarga
terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak resusitasi,
kecuali telah
dipesankan dalam advanced directive tertulis. Namun demikian, dalam
keadaan tertentu dan
atas pertimbangan tertentu yang layak dan patut, permintaan tertulis oleh
seluruh anggota keluarga
terdekat dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
5) Tim
perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi
sesuai dengan
pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien berada dalam tahap terminal
dan indakan
resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti
ilmiah pada saat tersebut.
c)
Perawatan pasien
paliatif di ICU
1) Pada
dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan-ketentuan umum
yang berlaku
sebagaimana diuraikan di atas.
2) Dalam
menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus mengikuti pedoman
penentuan kematian
batang otak dan penghentian peralatan life-supporting.
d)
Masalah medikolegal
lainnya pada perawatan pasien paliatif
1) Tim
Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Pimpinan
Rumah Sakit,
termasuk pada saat melakukan perawatan di rumah pasien.
2) Pada
dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis,
tetapi dengan
pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu dapat didelegasikan
kepada tenaga kesehatan non medis yang terlatih. Komunikasi antara pelaksana dengan
pembuat kebijakan harus dipelihara.
5. Sumber
Daya Manusia
a)
Pelaksana perawatan
paliatif adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial, rohaniawan, keluarga, relawan.
b)
Kriteria pelaksana
perawatan paliatif adalah telah mengikuti pendidikan/pelatihan perawatan paliatif dan telah
mendapat sertifikat.
c)
Pelatihan
1) Modul
pelatihan : Penyusunan modul pelatihan dilakukan dengan kerjasama antara para
pakar perawatan
paliatif dengan Departemen Kesehatan (Badan Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik). Modul-modul tersebut terdiri dari modul
untuk dokter, modul untuk perawat, modul untuk tenaga kesehatan lainnya, modul untuk tenaga non
medis.
2) Pelatih
: Pakar perawatan paliatif dari RS Pendidikan dan Fakultas Kedokteran.
3) Sertifikasi
: dari Departemen Kesehatan c.q Pusat Pelatihan dan Pendidikan Badan PPSDM. Pada tahap pertama
dilakukan sertifikasi pemutihan untuk pelaksana perawatan paliatif di 5 (lima) propinsi yaitu :
Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makasar. Pada tahap selanjutnya sertifikasi
diberikan setelah mengikuti pelatihan.
d)
Pendidikan Pendidikan formal
spesialis paliatif (ilmu kedokteran paliatif, ilmu keperawatan paliatif).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perawatan
paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan
spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan
dukungan terhadap keluarga yang kehilangan/berduka.
Palliative care ini bertujuan
mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya, meningkatkan kualitas
hidup, dan memberikan pengaruh positif selama sakit, membantu pasien hidup
seaktif mungkin sampai saat meninggalnya, menjawab kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan membantu
keluarga agar tabah selama pasien sakit serta disaat sedih.
Klasifikasi palliative ada beberapa
macam yaitu religious, music, kemoterapi, hipnoterapi, dan lain-lain.
B. Saran
Bagi
pembaca makalah ini penulis menyarankan supaya kita semua selalu menerapkan
pola gaya hidup yang baik dan menyehatkan. Menigitis dapat terjadi pada orang
yang kurang peduli terhadap kebersihan lingkungan sekitar. Oleh karena itu
penulis menyarankan juga supaya kita bisa meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat sehingga dapat terhindar dari infeksi bakteri/virus penyebab
meningitis.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim
(2010). Proyek CPP-Indonesian Aged Care
Project “Memahami Perawatan Paliatif.http://indonesianwelfare.org.au/dmdocuments/CPP/Articles/Perawatan_Paliatif_June_2010.pdf. Diakses
tanggal 17 Mei 2013.
Ferrell, B.R. & Coyle, N. (2010). Oxford Textbook of palliative nursing 3nd ed. New York : Oxford University Press
Nugroho,
Agung.(2011). Perawatan
Paliatif Pasien Hiv / Aids. http://www.healthefoundation.eu/blobs/hiv/73758/2011/27/palliative_care.pdf.Diakses tanggal 17 Mei 2013.
Menkes RI.(2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 812/Menkes/Sk/Vii/2007 Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif Menteri Kesehatan Republik Indonesia.http://spiritia.or.id/Dok/skmenkes812707.pdf. Diakses
tanggal 17 Mei 2013.
No comments:
Post a Comment